Tidak
dapat dipungkiri bahwa bahan makanan pokok hampir seluruh penduduk Indonesia
sekarang adalah beras atau padi. Penduduk Indonesia pada kenyataannya sekarang
sudah sangat bergantung pada beras. Sebagian besar penduduk Indonesia telah
mengganti makanan pokoknya menjadi beras atau padi. Masyarakat yang makanan
pokoknya dahulu berasal dari bahan jagung, gaplek, sagu, dan lain-lain,
sekarang beralih kepada bahan padi.
Berkaitan
dengan ketahanan pangan, dimana diversifikasi menjadi alternatif untuk mengatasi
masalah kelangkaan dan ketergantungan yang kuat terhadap bahan pangan beras,
maka dianggap perlu untuk diketahui perkembangan produksi bahan pangan tersebut
beserta bahan pangan pengganti (substitusi), yaitu: jagung, ketela pohon dan
ubi jalar. Informasi perkembangan produksi bahan-bahan pangan tersebut
memungkinkan untuk mengetahui kondisi pangan pokok masyarakat beserta arah
diversifikasi yang semestinya dilakukan.
Luas
sawah di Indonesia terkonsentrasi di pulau Jawa. Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, DI
Yogyakarta dan DKI Jakarta. Pulau Jawa memiliki luas sawah 3,6 juta Ha atau
40,5% dari luas sawah Indonesia. Sebagian besar, yaitu 3,1 juta Ha atau 85,6%
dari luas sawah di pulau Jawa tersebut berupa sawah irigasi dan sebagian kecil,
yaitu 0,5 juta Ha atau 14,4% sisanya berupa sawah non irigasi.
Pulau
dengan luas sawah terkecil adalah kepulauan Maluku yang terdiri dari propinsi
Maluku dan Maluku Utara. Kepulauan tersebut hanya memiliki luas sawah 0,2 juta
Ha atau 2,2% dari luas sawah Indonesia yang keseluruhannya berupa sawah
irigasi. Sempitnya luas sawah ini berpeluang menyebabkan kepulauan Maluku
menjadi tidak mandiri dalam memenuhi kebutuhan akan beras. Dengan kata lain,
kepulauan Maluku menjadi pasar bagi produsen beras nasional.
Luas
sawah yang sebagian besar berada di pulau Jawa menunjukkan penyebaran luas
sawah yang tidak merata atau terkonsentrasi di satu pulau, yaitu pulau Jawa.
Hal ini berpengaruh terhadap penyediaan beras nasional dimana pulau Jawa
merupakan penghasil beras terbesar dan menjadi supplier beras untuk
daerah-daerah lainnya, misalnya kepulauan Maluku. Penyediaan beras dari daerah
surplus ke daerah minus dimaksud menunjukkan arah arus distribusi beras. Arus distribusi beras dari daerah surplus
atau sentra produksi ke daerah minus atau defisit
Trend produksi bahan pangan padi dan jagung meningkat
sejak tahun 1970 hingga 2007 dimana peningkatan produksi padi lebih tinggi
dibanding peningkatan produksi jagung. Sedangkan bahan pangan ketela pohon dan
ubi jalar memiliki trend menurun pada jangka waktu yang sama. Hal ini
menunjukkan ketergantungan masyarakat terhadap bahan pangan padi (beras)
semakin besar dan ketergantungan terhadap bahan pangan lainnya semakin kecil.
Masyarakat mengalami kesulitan untuk kembali ke makanan pokok jagung, ketela
pohon dan ubi jalar. Tiga bahan pangan yang disebut terakhir ini biasanya hanya
dimanfaatkan sebagai makanan ringan, bukan makanan pokok. Khusus untuk jagung,
produksi yang meningkat lebih disebabkan pemanfaatannya untuk bahan makanan
ternak.
Ketersediaan pangan di
Indonesia tidak terpisahkan dari keberadaan lahan pertanian yang dipergunakan
untuk bercocok tanam. Khusus beras, proses produksinya dilakukan di sawah
sehingga jumlah produksi beras sangat dipengaruhi oleh luas areal sawah yang
meliputi sawah irigasi dan sawah non irigasi. Secara keseluruhan, yaitu 8,9
juta Ha luas sawah di Indonesia, sebagian besar, yaitu 7,3 juta Ha atau 82,16%
luas areal sawah merupakan sawah irigasi. Sebagian kecil, yaitu 1,6 juta Ha atau 17,84% sisanya
berupa sawah non irigasi.
1.
Pencapaian
Swasembada Beras
Momentum
paling mengesankan bagi Indonesia dalam hal produksi padi terjadi pada tahun
1984, pada saat Indonesia berhasil mencapai swasembada beras. Keberhasilan
pencapaian swasembada tersebut mencengangkan banyak pihak mengingat pada decade
1960-an dan 1970 an Indonesia dikenal sebagai Negara pengimpor beras terbesar
di dunia. Keberhasilan swasembada beras di Indonesia dicapai dengan biaya yang
tidak sedikit, pemerintah perlu membangun sarana dan prasaranan pengairan.
Selain itu, pemerintah harus mendorong petani untuk menanam padi, rangsangan
yang diberikan pada awal tahun 1970-an hingga awal tahun 1980-an adalah
pemberian subsidi pupuk dalam jumlah besar dan pemberian kredit usaha tani.
Kedua rangsangan tersebut secara nyata telah mampu mendorong masyarakat untuk
menanam padi.
Ada dua
jenis kegiatan pertanian yang dilakukan Indonesia dibalik keberhasilan
swasembada beras tersebut yaitu program intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Melalui
intensifikasi diupayakan terjadi kenaikan produksi dari satuan luas yang ada.
Beberapa bentuk upaya peningkatan produksi melalui intensifikasi adalah pengenalan
varietas baru, pencegahan hama dan penyakit, penggunaan pupuk dan penggunaan
teknologi pemanenan yang lebih efisien. Upaya peningkatan jumlah musin tanam
dengan membangun sarana irigasi juga merupakan bagian dari program
intensifikasi. Disisi lain, melalui ekstensifikasi diupayakan terjadi peningkatan
produksi melalui pembukaan/pencetakan sawah/ lahan baru yang mampu ditanami
padi.
Hingga
saat ini gema dan pengertian pencapaian swasembada beras masih pada skala
nasional. Artinya secara nasional Indonesia telah berhasil memenuhi kebutuhan
akan beras dari hasil produksi sendiri. Padahal dalam konteks ketahanan pangan,
swasembada beras tampaknya tidak cukup hanya tercapai pada skala nasional.
Dengan mengesampinkan aspek biaya yang harus ditanggung oleh suatu daerah,
konsep swasembda di tingkat propinsi dan tingkat yang lebih rendah menjadi sesuatu yang
patut untuk dikejar.
Ketersediaan pangan menurut
PP No. 68 tahun 2002 tentang ketahanan Pangan tersebut harus di utamakan
bersumber dari dalam negeri. Pasal 3 peraturan pemerintah tersebut menyatakan
bahwa Sumber penyediaan pangan berasal dari produksi pangan dalam negeri,
cadangan pangan, dan pemasukan pangan. Pemasukan pangan dilakukan apabila
produksi pangan dalam negeri dan cadangan pangan tidak mencukupi kebutuhan
konsumsi dengan tetap memperhatikan kepentingan produksi dalam negeri.
Penyediaan
produksi pangan dalam negeri untuk makanan pokok umumnya dilakukan dengan
melakukan swasembada pangan.
Cadangan
Pangan pada PP No. 68 tahun 2002 didefinisikan sebagai berikut : Cadangan
pangan adalah persediaan pangan diseluruh wilayah untuk konsumsi manusia, bahan
baku industri dan untuk menghadapi keadaan darurat. Cadangan pangan nasional
terdiri atas :
a. Cadangan
pangan pemerintah desa
b. Cadangan
pangan pemerintah kabupaten/ kota
c. Cadangan
pemerintah propinsi
d. Cadangan
pemerintah pusat
Cadangan pangan pemerintah
adalah cadangan pangan tertentu bersifat pokok di tingkat nasional sebagai
persediaan pangan pokok tertentu, misalnya beras, sedangakan di tingkat daerah
dapat berupa pangan pokok masyarakat di daerah setempat. Cadangan pangan
pemerintah pusat dijadikan sebagai stok beras nasional dan dikelola oleh PERUM
Bulog.
Kebijakan ketahanan pangan dalam aspek
ketersediaan dan kerawanan pangan diarahkan untuk : (a) meningkatkan dan
menjamin kelangsungan produksi dalam negeri menuju kemandirian pangan (b)
mengembangkan kemampuan pengelolaan cadangan pangan pemerintah dan masyarakat
secara sinergis dan partisipatif dan (c) mencegah dan menanggulangi kondisi
rawan pangan secara dinamis.
2.
Strategi
Badan Ketahanan Pangan Terkait Ketersediaan Pangan
Strategi Badan Ketahanan
Pangan tahun 2010-2014, diimplementasikan dalam langkah operasional untuk (a)
pemantapan ketersediaan pangan dan kerawanan pangan (b) pemantapan system
distribusi pangan yang efesien dan efektif (c) pembinaan konsumsi pangan
beragam, bergizi dan berimbang pada masyarakat (d) pembinaan keamanan pangan
segar (e) penguatan kelembagaan ketahanan pangan secara efisien dan efektif
serta (f) peningkatan manajemen ketahanan pangan.
Langkah operasional untuk pemantapan
ketersediaan pangan dan kerawanan pangan yaitu :
a.
Mendorong kemandirian pangan melalui swasembada
pangan untuk komoditas strategis (beras, jagung, kedelai, gula, dagaing sapi)
b.
Meningkatkan keragaman produksi pangan berdasarkan
potensi sumberdaya lokal/wilayah
c.
Pemberdayaan masyarakat di daerah rawan pangan
melalui pengembangan desa mandiri pangan
d.
Pemberdayaan lumbung pangan masyarakat di
daerah rawan pangan
e.
Penanganan Daerah Rawan Pangan (PDRP) melalui
Revitalisasi Sistem Kewaspadaan Pangan Gizi (SKPG) untuk penanganan kerawananan
pangan kronis dan transien
Untuk
mencapai Program ketahanan Pangan ada 2 pilinhan yaitu dengan swasembaga pangan
atau kecukupan pangan. Swasembada pangan diartikan sebagai pemenuhan kebutuhan
pangan, yaitu sejauh mungkin berasal dari pasokan domestik dengan meminimalkan
ketergantungan pada perdagangan pangan. Dilain pihak konsep kecukupan pangan
adalah sangat berbeda dengan konsep swasembada pangan, menuntut adanya
kemampuan menjaga tingkat nasional merupakan prakondisi penting dalam memumpuk
ketahanan pangan dan stabilitas harga.
Ketahanan
pangan nasional selama ini dicapai melalui kebijaksanaan swasembada pangan dan
stabilitas harga. Oleh sebab itu pemantapan swasembaga beras merupakan salah
satu focus dalam terwujudnya ketahanan pangan.
3.
Swasembada
Beras
Swasembada
ditargetkan untuk tiga komoditas pangan yaitu kedelai, gula dan daging sapi,
Agar tercapai swasembada, sasaran produksi kedelai, gula dan daging sapi pada
tahun 2014 adalah kedelai sebesar 2,70 juta ton biji kering, gula 5,7 juta ton
dan daging sapi 546 ribu ton atau masing-masing meningkat rata-rata 20,05
persen pertahun (kedelai) 17,83 persen pertahun (gula) 7,30 persen per tahun
(daging sapi).
Adapun swasembada
berkelanjutan ditargetkan untuk komoditas padi dan jagung. Agar posisi
swasembada padi dan jagung dapat berkelanjutan, maka sasaran peningkatan
produksinya harus dipertahankan minimal sama dengan peningkatan permintaan
dalam negeri. Dengan memperhitungkan proyeksi laju pertumbuhan penduduk
nasional, permintaan bahan baku industri dalam negeri, kebutuhan stock nasional
dan peluang ekspor maka sasaran produksi padi pada tahun 2014 ditargetkan
sebesar 75,70 juta ton gabah kering giling (GKG) dan jaung 29 juta ton pipilan
kering atau masing-masing tumbuh 3,22 persen pertahun (padi) dan 10.02 persen
per tahun (jagung). Untuk target Pencapaian Swasembada dan swasembada
berkelanjutan
1.
Swasembada
a.
Kedelai
: Produksi 2,7 ton di tahun 2014 (kenaikan rata-rata 20,05 % per tahun)
b.
Gula : Produksi 5,7 juta ton di tahun 2014
(kenaikan rata-rata 17,63 % per tahun)
c.
Daging
sapi : produksi 0,55 juta ton di tahun 2014
2.
Swasembada Berkelanjutan
a.
Padi Produksi 75,70 ton di tahun 2014 (kenaikan
rata-rata 3,22 % per tahun)
b.
Jagung : Produksi 29 juta ton di tahun 2014
(kenaikan rata-rata 10,02 % per tahun)
Target, sasaran produksi dan
rata-rata pertumbuhan tiap tahun selama 2010-2014 untuk lima komoditas pangan
utama
Sasaran produksi dan
rata-rata pertumbuhan tiap tahun selama 2010 - 2014
|
Komoditas
|
Target
|
Produksi Tahun 2009 (2 juta ton)
|
Sasaran Produksi
(juta ton)
|
Rata-rata pertumbuhan per tahun
|
|
1
|
Padi
|
Swasembada
berkelanjutan
|
63,844)
|
66,68
|
75,70
|
3,22
|
2
|
Jagung
|
Swasembada
berkelanjutan
|
17,664)
|
19,80
|
29,00
|
10,02
|
3
|
Kedelai
|
Swasembada
2014
|
1,004)
|
1,30
|
2,70
|
20,05
|
4
|
Gula
|
Swasembada
2014
|
2,855)
|
2,99
|
5,7
|
17,63
|
5
|
Daging
Sapi
|
Swasembada
2014
|
0,405)
|
0,41
|
0,55
|
7,30
|
Keterangan : 1) GKG, 2) Pipilan Kering (PK), 3)
Karkas 4) Angka Ramalan III 5) Angka Target
Sedangkan strategi untuk mencapai swasembada
berkelanjutan padi, yaitu akan dilakukan melalui : (1) percepatan peningkatan
produktivitas padi sawah, padi rawa/lebak dan padi gogo dengan focus pada
lokasi yang masih mempunyai produktivitas dibawah rata-rata
nasional/propipnsi/kabupaten dan (2) perluasan areal tanam terutama untuk padi
gogo dan padi rawa/lebak melalui pemanfaatan lahan peremajaan Perhutani dan
Inhutani maupun pembukaan lahan/cetak sawah. Wilayah Sebaran Produksi Padi di
wilayah Indonesia:
Wilayah sebaran Produksi padi di wilayah
Indonesia ;
NAD, Sumatera Utara, Sumatera Barata, Sumatera
Selatan, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Bali, NTB,
Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan.
Secara keseluruhan, sasaran produksi komoditas
tanaman pangan dan pertumbuhannya selama 2010-2014
|
Komoditas
|
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
2014
|
PERTUMBUHAN
|
|
|
|
|
|
|
|
|
(% tahun)
|
|
1
|
Padi
|
66.680
|
68.800
|
71.000
|
73.300
|
75.700
|
3,22
|
|
2
|
Jangung
|
19.800
|
22.000
|
24.000
|
26.000
|
29.000
|
10,02
|
|
3
|
Kedelai
|
1.300
|
1.560
|
1.900
|
2.250
|
2.700
|
20,05
|
|
4
|
Kacang Tanah
|
882
|
970
|
1.100
|
1.200
|
1.300
|
10.20
|
|
5
|
Kacang Hijau
|
360
|
370
|
390
|
410
|
430
|
4.55
|
|
6
|
Ubi Kayu
|
22.248
|
22.400
|
25.000
|
26.300
|
27.600
|
5.54
|
|
7
|
Ubi Jalar
|
2.000
|
2.150
|
2.300
|
2.450
|
2.600
|
6.78
|
|
Ketahanan Pangan merupakan sinergi dan
interaksi utama dari subsistem ketersediaan, distribusi dan konsumsi, dimana
dalam mencapai ketahanan dapat dilakukan
alternative pilihan apakah swasembada atau kecukupan. Hingga saat ini upaya
pemerintah dalam mencapai tujuan ketahanan pangan melalui swasembada beras
terus digalakkan, hal ini mengingat ketergantungan masyarakat Indonesia yang
besar terhadap beras sebagai makanan pokok dan sumber karbohidrat.
Pencapaian ketahanan pangan merupakan program
yang sangat penting di wujudkan agar Indonesia terhindar dari ancaman kerawanan
pangan yang saat ini sedang mengancam dunia secara global. Upaya mencapai
keberhasilan swasembada dan swasembada berkelanjutan atas tanaman pangan
sebagai salah target mencapai ketahanan pangan yang ditetapkan penting untuk
mendapat dukungan seluruh pihak karena ketahanan pangan merupakan salah satu
faktor penentu dalam stabilitas nasional suatu Negara, baik di bidang ekonomi,
keamanan, politik dan social. Maka dari itu upaya untuk mewujudkan ketahanan
pangan merupakan tantangan yang tidak mudah dan harus mendapatkan
prioritas.
Referensi :
jdih.bpk.go.id/wp-content/.../03/tulisan-hukum-ketahanan-pangan.pdf
Sapruddin M. Prawira, Warta Demografi Th ke27, No. 3, 1997
directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/Doc1.doc
No comments:
Post a Comment