Friday 28 June 2013

Strategi Politik Luar Negeri Indonesia


Pendahuluan
Setiap negara memiliki kepentingan nasional yang ingin dicapai, termasuk Indonesia. Politik Luar Negeri Indonesia menjadi salah satu instrumen atas pencapaian kepentingan tersebut. Dalam pelaksanaannya, Politik Luar Negeri Indonesia menganut asas lingkaran konsentris, dan dalam perumusannya Politik Luar Negeri Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kesemua hal yang terdapat dalam Politik Luar Negeri Indonesia turut berperan dalam pengambilan kebijakan untuk pencapaian kepentingan nasional.
Politik Luar negeri menurut buku Rencana Strategi Pelaksanaan Politik Luar Negeri Republik Indonesia (1984-1988), politik luar negeri diartikan sebagai “suatu kebijaksanaan yang diambil oleh pemerintah dalam rangka hubungannya dengan dunia internasional dalam usaha untuk mencapai tujuan nasional”. Dalam dokumen Rencana Strategi Pelaksanaan Politik Luar Negeri Republik Indonesia (1984-1989) yang telah ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri RI tanggal 19 Mei 1983, dijelaskan bahwa sifat Politik Luar Negeri adalah: (1) Bebas Aktif (2) Anti kolonialisme  (3) Mengabdi kepada Kepentingan Nasional  dan (4) Demokratis.
Bebas Artinya kita bebas menentukan sikap dan pandangan kita terhadap masalah-masalah internasional dan terlepas dari ikatan kekuatan-kekuatan raksasa dunia secara ideologis bertentangan (Timur dengan komunisnya dan Barat dengan liberalnya). Sedangkan Aktif Artinya kita dalam politik luar negeri senantiasa aktif memperjuangkan terbinanya perdamaian dunia. Aktif memperjuangkan kebebasan dan kemerdekaan, aktif memperjuangkan ketertiban dunia, dan aktif ikut serta menciptakan keadilan sosial dunia.
Landasan Konstitusi
Landasan hukum pelaksanaan politik luar negeri Indonesia 1) Pancasila 2) Pembukaan UUD 1945 alinea I dan IV. 3) Pasal 11 ayat 1 UUD 1945: “ Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain 4) Pasal 13 UUD 1945 menyebutkan bahwa: a. Presiden mengangkat duta dan konsul. b. Dalam hal mengangkat duta; Presiden memperhatikan pertimbangan DPR. c. Presiden menerima penempatan duta negara lain dngn memperhatikan pertimbangan DPR. 5) Undang-undang No. 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri 6) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional 7) Keputusan Presiden Nomor 108 Tahun 2003 tentang Organisasi Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri; Tujuan politik luar negeri Tujuan politik luar negeri setiap negara adalah mengabdi kepada tujuan nasional negara itu sendiri. Tujuan nasional bangsa Indonesia tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea keempat yang menyatakan ”… melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial …”
Pedoman perjuangan politik luar negeri Dalam No. XII/MPRS/1966 tentang PENEGASAN KEMBALI LANDASAN KEBIJAKSANAAN POLITIK LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA disebutkan bahwa : Pedoman perjuangan Politik Luar Negeri didasarkan atas :     
1.      Dasa-sila Bandung yang mencerminkan solidaritas Negara-negara Afrika dan Asia, perjuangan melawan imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya serta mengandung sifat non intervensi
2.      Prinsip bahwa masalah Asia hendaknya dipecahkan oleh bangsa Asia sendiri secara Asia, dan kerjasama regional
3.      Pemulihan kembali kepercayaan Negara-negara/Bangsa-bangsa lain terhadap maksud dan tujuan Revolusi Indonesia dengan cara memperbanyak kawan daripada lawan, menjauhkan kontradiksi dengan mencari keserasian sesuai dengan falsafah Pancasila
4.      Pelaksanaan dilakukan dengan keluwesan dalam pendekatan dan penanggapan, sehingga pengarahannya harus untuk kepentingan Nasional terutama kepentingan ekonomi Rakyat.
Prinsip-prinsip pokok politik luar negeri indonesia Prinsip-prinsip pokok yang menjadi dasar politik luar negeri Indonesia :
1.      Negara kita menjalani politik damai
2.      Negara kita bersahabat dengan segala bangsa atas dasar saling menghargai dengan tidak mencampuri soal susunan dan coroak pemerintahan negeri masing-masing
3.      Negara kita memperkuat sendi-sendi hukum internasional dan organisasi internsional untuk menjamin perdamaian yg kekal.
4.      Negara kita berusaha mempermudah jalannya pertukaran pembayaran internasional
5.      Negara kita membantu pelaksanaan keadilan sosial internasional dengan berpedoman pada Piagam PBB.
6.      Negara kita dalam lingkungan PBB berusaha menyokong perjuangan kemerdekaan bangsa-bangsa yang masih dijajah, sebab tanpa kemerdekaan, persaudaraan dan perdamaian internasional itu tidak akan tercapai. Pelaksanaan politik luar negeri Politik Luar Negeri di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono tahun 2004 – 2009, dalam visi dan misi beliau diantaranya dengan melakukan usaha memantapkan politik luar negeri. Yaitu dengan cara meningkatkan kerjasama internasional dan meningkatkan kualitas diplomasi Indonesia dalam rangka memperjuangkan kepentingan nasional. Prestasi Indonesia sejak 1 Januari 2007 menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, dimana Republik Indonesia dipilih oleh 158 negara anggota PBB.


Tugas Republik Indonesia di Dewan Keamanan PBB adalah : 1. Ketua Komite Sanksi Rwanda 2. Ketua komite kerja untuk pasukan penjaga perdamaian 3. Ketua Komite penjatuhan sanksi untuk Sierra Leone 4. Wakil Ketua Komite penyelesaian konfik Sudan 5. Wakil Ketua Komite penyelesaian konflik Kongo Wakil Kertua Komite penyelesaian konflik Guinea Bissau Baru-baru ini Indonesia berani mengambil sikap sebagai satu-satunya negara anggota tidak tetap DK PBB yang bersikap abstain ketika semua negara lainnya memberikan dukungan untuk memberi sanksi pada Iran.
Tujuan dan Fungsi Politik Luar Negeri
Menurut Drs. Moh. Hatta, tujuan politik luar negeri Indonesia, antara lain sebagai berikut:
1.      mempertahankan kemerdekaan bangsa dan menjaga keselamatan Negara
2.      memperoleh barang-barang yang diperlukan dari luar negeri untuk memperbesar kemakmuran rakyat
3.      meningkatkan perdamaian internasional
4.      meningkatkan persaudaraan dengan semua bangsa. Politik luar negeri Indonesia oleh pemerintah dirumuskan dalam kebijakan luar negeri yang diarahkan untuk mencapai kepentingan dan tujuan nasional. Kebijakan luar negeri oleh pemerintah dilaksanakan dengan kegiatan diplomasi yang dilaksakan oleh para diplomat. Dalam menjalankan tugasnya para diplomat dikoordinasikan oleh Departemen Luar Negeri yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri.Tugas diplomat adalah menjembatani kepentingan nasional negaranya dengan dunia internasional.
Peranan Politik Luar Negeri Indonesia
Indonesia memiliki potensi-potensi yang lantas menjadi bobot dari Politik Luar Negeri, di antaranya yaitu letak wilayah Indonesia yang geo-strategis dilihat dari wilayah Indonesia yang luas, memiliki sumber kekayaan alam, serta besarnya jumlah penduduk, dan semangat untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang lebih maju (Wahyuningtias, n.d.). Ukuran Indonesia dalam arti kependudukan dan wilayah, serta sumber-sumber alam pun membuat para pemimpin Indonesia yakin bahwa negara ini mampu berperan penting dalam masalah-masalah internasional (Suryadinata, 1998:11). Dengan demikian, terlihat bahwa Indonesia terus mengupayakan untuk menjalin hubungan kerjasama internasional dan menempatkan diri pada posisi penting dalam hubungan tersebut, bahkan Indonesia memandang dirinya ditakdirkan sebagai pemimpin Dunia Ketiga (Suryadinata, 1998:12). Hal ini terkait dengan wilayah lingkaran konsentris Politik Luar Negeri Indonesia dan persepsi para pemimpin Indonesia, yang juga merupakan faktor berpengaruh dalam Politik Luar Negeri.
Indonesia melakukan upaya-upaya untuk berpartisipasi aktif dalam hubungan internasional dan juga berusaha memimpin front internasional. Ini dapat dilihat dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan seperti usaha Indonesia untuk mendirikan ASEAN, inisiatif yang diambil dalam mensponsori Pertemuan Informal Jakarta dalam isu Kamboja, keinginan untuk menjadi ketua Konferensi Gerakan Non-Blok, diambilnya keputusan untuk menjadi tuan rumah peringatan ke-30 Konferensi Asia-Afrika, serta pengumuman resmi dari Mentri Luar Negeri bahwa Indonesia akan memainkan peran pemimpin dalam masalah internasional (Suryadinata, 1998:12). Dengan kata lain, wilayah lingkaran konsentris Indonesia meliputi Asia Tenggara, Asia Timur atau Asia Pasifik, lalu dunia internasional secara umum (Wahyuningtias, n.d.).
Mengetahui wilayah lingkaran konsentris akan sangat membantu untuk merumuskan kebijakan dalam Politik Luar Negeri Indonesia dan pelaksanaannya, sebab Indonesia dapat mengetahui apa yang terjadi dengan negara-negara di dalam wilayah tersebut dan mengambil jalan antisipasi jika terdapat kemungkinan-kemungkinan yang mengancam posisi Indonesia (Wahyuningtias, n.d.). Dari situ dapat ditarik benang merah bahwa perumusan dan pelaksanaan Politik Luar Negeri berkaitan dengan kebijakan domestik.
Beranjak pada faktor-faktor yang mempengaruhi Politik Luar Negeri Indonesia yakni persepsi para pemimpin, peranan Indonesia dalam masalah internasional, serta hambatan-hambatan yang ada. Persepsi para pemimpin atau elite dalam pembatasan wilayah dan peranannya di dunia internasional menjadi penting karena berdampak pada perilaku Politik Luar Negeri Indonesia (Suryadinata, 1998:7). Mohammad Hatta memilih untuk membatasi wilayah Indonesia sesuai dengan Hindia-Belanda sebab menurutnya, dengan memasukkan wilayah di luar Hindia-Belanda akan memberikan kesan bahwa Indonesia adalah imperialistik. Berbeda dengan persepsi Mohammad Yamin dan Soekarno yang sejalan, yaitu menganggap bahwa Indonesia bukanlah warisan Belanda dan wilayahnya sebenarnya perlu untuk tidak dibatasi hanya pada Hindia-Belanda. Dari banyak persepsi ini, ketika proklamasi kemerdekaan Indonesia, dirumuskan bahwa yang disebut dengan negara Indonesia adalah wilayah yang dulunya termasuk dalam Hindia-Belanda (Suryadinata, 1998:9-10).
Peranan Indonesia dalam masalah internasional seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa Indonesia melakukan upaya-upaya untuk berperan sebagai pemimpin dalam dunia internasional khususnya Asia Tenggara. Hal ini selaras dengan anjuran Jendral Soemitro bahwa sebaiknya Politik Luar Negeri Indonesia berorientasi ke luar dan Indonesia mulai memimpin dan membicarakan isu kontroversial (Suryadinata, 1998:13). Akan tetapi, peranan Indonesia dalam masalah internasional terhambat oleh kapabilitas diri, mulai dari rendahnya kualitas tenaga kerja yang mengakibatkan Indonesia sulit untuk memodernisasikan diri secara cepat, situasi ekonomi yang secara historis tidak stabil, kekuatan militer yang sangat terbatas terutama pada perlengkapan atau teknologi militer yang modern. Konsep wilayah Indonesia yang berupa kepulauan pun menjadi hambatan meskipun kaya akan sumber daya, sebab di berbagai pulau tersebut Indonesia terdiri dari beragam etnis, agama, serta tradisi yang membuat kondisi Indonesia rentan akan perselisihan (Suryadinata, 1998:13-16). Selain itu, masih terdapat berbagai hambatan lain seperti pembangunan nasional yang bergantung pada bantuan luar negeri, serta kualitas kepemimpinan elite politik dan pemerintahan Indonesia sendiri.
Instrumen- instrumen yang digunakan Indonesia dalam melaksanakan politik luar negeri antara lain ialah partisipasi Indonesia dalam forum- forum kawasan maupun internasional seperti ASEAN, PBB, G-20, APEC, ASEM maupun WTO. Di samping itu kunjungan kenegaraaan beragai kepala negara asing ke Indonesia juga mencitrakan semakin bertumbuhnya kepercayaan internasional terhadap Indonesia dan semakin banyak hubungan bilateral yang mampu dijalin pemerintah Indonesia dengan luar negeri.
Selain aspek negara dan pemimpin, masyarakat juga mampu berpartisipasi dalam politik luar negeri Indonesia yaitu dengan turut serta dalam erbagai program pertukaran belajar dan budaya. Hal ini menunjukan diplomasi yang dilakukan melalui soft power.
Dampak dan realisasi dari berbagai bentuk kebijakan politik luar negeri terseut ialah bahwa saat ini Indonesia merupakan poros kekuatan ASEAN dan menjadi Co- Chair pada New Asia- Africa Strategic Partnership. Selain itu, dialog intensif yang terjalin dengan negara- negara tetangga seperti Malaysia, Singapura dan Australia juga membuka lebih mudahnya terjadi perlindungan hukum agi warga negara Indonesia yang berada di luar negeri. Perbaikan citra Indonesia sebagai negeri yang damai, indah dan kaya budaya juga mampu memberi sumbangsihnya tersendiri terutama dalam bidang kepariwisataan.
Hubungan Politik Multilateral
Peningkatan profil politik luar negeri dalam konteks diplomasi multilateral bisa dilihat dari semakin aktifnya peran Indonesia di berbagai organisasi dan forum internasional.
G20. Peran multilateral Indonesia yang paling menonjol saat ini adalah keanggotannya di G20. Indonesia merupakan satu-satunya negara ASEAN yang menjadi anggota G20. G20 merupakan forum elit beranggotakan negara-negara utama dunia yang dipandang memiliki kemampuan ekonomi signifikan dan berpengaruh terhadap kondisi perekonomian global. Forum ini merupakan perluasan dari G8 yang sebelumnya menjadi episentrum bagi kekuatan-kekuatan ekonomi utama dunia.
PBB. Peran Indonesia di PBB tampak signifikan setelah menjadi anggota tidak tetap Dewan Kemanan pada tahun 2007-2008. Ini berarti keanggotan kali ketiga Indonesia di DK PBB setelah 1973-1974 dan 1995-1996. Indonesia berhasi menduduki kembali kursi tersebut setelah memperoleh 158 suara dukungan dari 192 negara anggota PBB yang memiliki hak pilih. Dukungan tersebut merupakan cerminan pengakuan masyarakat internasional terhadap peran dan sumbangsih Indonesia selama ini dalam upaya menciptakan keamanan dan perdamaian. Peran itu antara lain berupa pengiriman pasukan Indonesia di berbagai misi penjagaan perdamaian PBB sejak 1957 dan upaya penyelesaian masalah-masalah kawasan seperti Kamboja dan konflik di Filipina Selatan
Selain itu peran Indonesia juga menonjol saat menjadi Ketua Dewan HAM PBB. Sejak awal pembentukan Dewan HAM pada tahun 2006, Indonesia telah terpilih menjadi anggota dan langsung menjadi ketua. Pada tahun 2007, Indonesia kembali terpilih menjadi untuk periode tiga tahun hingga 2010 dengan dukungan suara 165 negara anggota PBB. Tahun 2009-2010 Indonesia menjadi Wakil Presiden Dewan HAM. Peran Indonesia di Dewan HAM ini menunjukkan adanya kepercayaan masyarakat internasional terhadap kepemimpinan dan komitmen Indonesia di forum multilateral, khususnya bidang HAM. Selain itu hal ini juga mencerminkan kepercayaan masyarakat internasional pada kemampuan Indonesia menangani isu HAM di tingkat domestik dan internasional serta dan terhadap agenda pemajuan HAM yang diusung Indonesia.
ASEAN. Dalam strategi politik luar negeri Indonesia, ASEAN diletakkan pada concentric circle pertama. Hal ini menunjukkan arti penting ASEAN bagi Indonesia. Indonesia merupakan negara paling besar di ASEAN sekaligus salah satu pendiri. Kontribusi Indonesia tampak dari perannya yang utama dalam merumuskan ASEAN Community, khususnya untuk Pilar Politik dan Keamanan, serta mendorong pelembagaan promosi dan perlindungan HAM di ASEAN lewat pembentukan ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rigts (AICHR).
Organisasi dan Forum Multilateral Lainnya. Indonesia memainkan peran penting dalam berbagai organisasi internasional seperti Organisasi Konfervensi Islam (OKI), Gerakan Non-Blok (GNB), Asia Pasific Economic Cooperation (APEC), G77 dan lain-lain. Di OKI misalnya, Indonesia berhasil memanfaatkan keanggotaannya di Dewan HAM PBB untuk atas nama OKI mendesak dijatuhkannya sanksi atas Israel terkiat insiden kapal Mavi Marmara. Di GNB, Indonesia menjadi tuan rumah untuk peringatan 50 tahun Konferensi Asia Afrika (KAA) sekaligus memotori pembentukan New Asia-African Strategic Partnership (NAASP).
Hubungan Politik Bilateral
Peningkatan profil Indonesia dalam konteks hubungan bilateral bisa dilihat dari berbagai kerja sama yang dijalin dengan negara-negara counterpart.
Negara-negara ASEAN. Untuk ASEAN, Indonesia memiliki hubungan baik dengan semua negara anggota. Misalnya, dengan Singapura, hubungan Indonesia berlangsung baik berdasarkan prinsip saling menghormati dan saling menguntungkan. Sejumlah isu mewarnai hubungan kedua negara, antar lain perjanjian ekstradisi, kerja sama pertahanan, kerja sama keamanan di Selat Malaka, penentuan batas maritim, dan lain-lain. Dengan Malaysia, telah dibentuk Eminent Person Group (EPG) pada 7 Juli 2008 yang berfungsi untuk semakin memajukan hubungan kedua negara. Meski terkadang muncul isu-isu yang cukup mengganggu, seperti TKI dan isu perbatasan, namun itu tidak mengganggu hubungan baik yang terjalin. Dengan Filipina, Indonesia berkontribusi dalam penyelesaian masalah konflik di Filipina Selatan. Dengan Myanmar, Indonesia memberikan bantuan saat negara itu terkena Topan Nargis pada Mei 2008.
Asia Pasifik. Hubungan Indonesia dengan negara-negara Asia Pasifik juga tidak kalah bagus. Dengan China, Indonesia telah menandatangani Deklarasi Kemintraan Strategis pada April 2005. Dengan Jepang, hubungan yang telah berlangsung lebih dari 50 tahun semakin mantap setelah ditandatanganinya Deklarasi Kemitraan Strategis pada November 2006. Dengan Korea Selatan, Indonesia juga telah mendatangani Deklarasi Kemitraan Strategis pada bulan Desember 2006.
Timur Tengah. Hubungan Indonesia dengan negara-negara Timur Tengah secara historis memang selalu baik. Tanpa mempedulikan konstelasi politik di kawasan tersebut, Indonesia tetap menjalin hubungan baik dengan semua negara. Sentiment sebagai sesama negara berpenduduk muslim, dukungan Indonesia terhadap kemerdekaan Palestina, dan kebersamaan di OKI membuat Indonesia dipandang sebagai sahabat oleh negara-negara di kawasan itu.
Australia. Deklarasi Kemitraan Strategis Indonesia dengan Australia ditandatangani pada April 2005. Pada bulan November 2006 ditandatangani Perjanjian Kerangka Kerja Sama Keamanan Indonesia-Australia (Lombok Treaty) yang mulai berlaku tahun 2008. Perjanjian ini menjadi pijakan kerja sama Indonesia-Australia pada isu-isu keamanan komprehensif.

Amerika Serikat. Hubungan RI - Amerika Serikat (AS) telah terbina sejak sebelum Proklamasi Kemerdekaan RI tahun 1945. Pemerintah AS telah berulang kali menyatakan dukungan terhadap integritas teritorial, perkembangan demokrasi dan reformasi, serta upaya Indonesia dalam menjaga stabilitas nasional. Pada 18 Februari 2009, Menlu RI dan Menlu AS sepakat untuk memperluas dan memperdalam hubungan bilateral kedua negara melalui pengembangan kemitraan komprehensif. Dokumen mengenai kemitraan komprehensif RI-AS diharapkan dapat disepakati saat kunjungan Presiden Obama ke Indonesia pada November 2009, namun batal karena batalnya kunjungan Obama

Kesimpulan
Dari seluruh penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa dinamika Politik Luar Negeri Indonesia baik dalam perumusan maupun pelaksanaannya dipengaruhi oleh persepsi pemimpin-pemimpin atau elite pada setiap periode dan faktor-faktor tertentu, serta Indonesia tidak mengacu pada lingkaran konsentris dalam menjalin hubungan internasional. Indonesia pun telah menempatkan diri untuk berperan penting dalam dunia internasional dengan mengajukan diri sebagai pemimpin, terutama di lingkup wilayah lingkaran konsentris pertama yakni Asia Tenggara. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia akan melakukan berbagai usaha untuk mencapai kepentingan nasionalnya.
Meninjau pada perilaku Politik Luar Negeri yang juga dipengaruhi oleh pemimpin negara atau elite pada periodenya, maka menurut kami baiknya pemimpin tersebut memilki watak yang pantas sebgai pemimpin, seperti tegas dalam mengambil keputusan, mempertimbangkan secara matang untuk setiap kebijakan yang diambil, adil, bertanggung jawab dan tidak mengedepankan kepentingan pribadi melainkan kepentingan nasional, serta mendengarkan aspirasi rakyat karena kebijakan negara tentu saja dampaknya akan kembali pada rakyat negara tersebut. Sebab pemimpin negara merupakan posisi yang sangat penting dalam mengarahkan suatu negara. Seperti pada masa Soeharto, yang meninggalkan banyak hutang pada negara selepas periode jabatan beliau. Meskipun sebagian besar dana yang digunakan adalah untuk pembangunan nasional, namun masih ada oknum-oknum terkait yang ‘memanfaatkan’ posisi beliau untuk meraih keuntungan (korupsi) dan bahkan kebebasan atau hak rakyat untuk menyuarakan pendapat atau melakukan protes terhadap kebijakan pun ‘diambil’ dengan cara-cara yang tidak manusiawi. Perilaku-perilau seperti itu dirasa kurang pantas bagi seorang pemimpin untuk memimpin negara termasuk menentukan kebijakan dan Politik Luar Negeri.
Namun demikian, keseluruhan aspek turut bersinergi untuk menjadikan negara Indonesia sebagai negara yang kuat dan berkembang, bahkan menjadikan Indonesia sebagai negara maju, termasuk dukungan rakyat terhadap kebijakan serta Politik Luar Negeri yang diambil oleh pemerintah dengan berbagai pertimbangan.



Referensi :
nurlaili-laksmi-w-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-71679-Semester...
Mohammad Hatta, Kumpulan Pidato, Jakarta: Yayasan Idayu, 1981, hal. 201.
Wisber Loeis, Politik Luar Negeri Bebas Aktif, Ikhtisar Presentasi pada Sekdilu Angkatan XXXV (2010), hal 1-2.
Mohammad Hatta, Indonesia’s Foreign Policy, Foreign Affairs; An American Quaterly Review, 1952/1953 dan Mohammad Hatta, Indonesia Between The Power Blocs, Foreign Affairs; An American Quaterly Review, 1957/1958..

Hassan Wirajuda, “Indonesia’s Foreign Policy Strategies and Implementation” dalam Asia Africa: Bandung Towards the First Century, Jakarta: Departemen Luar Negeri RI, 2005, hal. 20.

Friday 14 June 2013

Meningkatkan Produksi Padi





Meningkatkan Produksi Padi Untuk Memperkuat
Ketahanan Pangan
                                                                                           
Tidak dapat dipungkiri bahwa bahan makanan pokok hampir seluruh penduduk Indonesia sekarang adalah beras atau padi. Penduduk Indonesia pada kenyataannya sekarang sudah sangat bergantung pada beras. Sebagian besar penduduk Indonesia telah mengganti makanan pokoknya menjadi beras atau padi. Masyarakat yang makanan pokoknya dahulu berasal dari bahan jagung, gaplek, sagu, dan lain-lain, sekarang beralih kepada bahan padi.

Berkaitan dengan ketahanan pangan, dimana diversifikasi menjadi alternatif untuk mengatasi masalah kelangkaan dan ketergantungan yang kuat terhadap bahan pangan beras, maka dianggap perlu untuk diketahui perkembangan produksi bahan pangan tersebut beserta bahan pangan pengganti (substitusi), yaitu: jagung, ketela pohon dan ubi jalar. Informasi perkembangan produksi bahan-bahan pangan tersebut memungkinkan untuk mengetahui kondisi pangan pokok masyarakat beserta arah diversifikasi yang semestinya dilakukan.

Luas sawah di Indonesia terkonsentrasi di pulau Jawa. Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, DI Yogyakarta dan DKI Jakarta. Pulau Jawa memiliki luas sawah 3,6 juta Ha atau 40,5% dari luas sawah Indonesia. Sebagian besar, yaitu 3,1 juta Ha atau 85,6% dari luas sawah di pulau Jawa tersebut berupa sawah irigasi dan sebagian kecil, yaitu 0,5 juta Ha atau 14,4% sisanya berupa sawah non irigasi.

Pulau dengan luas sawah terkecil adalah kepulauan Maluku yang terdiri dari propinsi Maluku dan Maluku Utara. Kepulauan tersebut hanya memiliki luas sawah 0,2 juta Ha atau 2,2% dari luas sawah Indonesia yang keseluruhannya berupa sawah irigasi. Sempitnya luas sawah ini berpeluang menyebabkan kepulauan Maluku menjadi tidak mandiri dalam memenuhi kebutuhan akan beras. Dengan kata lain, kepulauan Maluku menjadi pasar bagi produsen beras nasional.

Luas sawah yang sebagian besar berada di pulau Jawa menunjukkan penyebaran luas sawah yang tidak merata atau terkonsentrasi di satu pulau, yaitu pulau Jawa. Hal ini berpengaruh terhadap penyediaan beras nasional dimana pulau Jawa merupakan penghasil beras terbesar dan menjadi supplier beras untuk daerah-daerah lainnya, misalnya kepulauan Maluku. Penyediaan beras dari daerah surplus ke daerah minus dimaksud menunjukkan arah arus distribusi beras.  Arus distribusi beras dari daerah surplus atau sentra produksi ke daerah minus atau defisit

Trend produksi bahan pangan padi dan jagung meningkat sejak tahun 1970 hingga 2007 dimana peningkatan produksi padi lebih tinggi dibanding peningkatan produksi jagung. Sedangkan bahan pangan ketela pohon dan ubi jalar memiliki trend menurun pada jangka waktu yang sama. Hal ini menunjukkan ketergantungan masyarakat terhadap bahan pangan padi (beras) semakin besar dan ketergantungan terhadap bahan pangan lainnya semakin kecil. Masyarakat mengalami kesulitan untuk kembali ke makanan pokok jagung, ketela pohon dan ubi jalar. Tiga bahan pangan yang disebut terakhir ini biasanya hanya dimanfaatkan sebagai makanan ringan, bukan makanan pokok. Khusus untuk jagung, produksi yang meningkat lebih disebabkan pemanfaatannya untuk bahan makanan ternak.

Ketersediaan pangan di Indonesia tidak terpisahkan dari keberadaan lahan pertanian yang dipergunakan untuk bercocok tanam. Khusus beras, proses produksinya dilakukan di sawah sehingga jumlah produksi beras sangat dipengaruhi oleh luas areal sawah yang meliputi sawah irigasi dan sawah non irigasi. Secara keseluruhan, yaitu 8,9 juta Ha luas sawah di Indonesia, sebagian besar, yaitu 7,3 juta Ha atau 82,16% luas areal sawah merupakan sawah irigasi. Sebagian kecil, yaitu 1,6 juta Ha atau 17,84% sisanya berupa sawah non irigasi.

1.            Pencapaian Swasembada Beras  
                                                
Momentum paling mengesankan bagi Indonesia dalam hal produksi padi terjadi pada tahun 1984, pada saat Indonesia berhasil mencapai swasembada beras. Keberhasilan pencapaian swasembada tersebut mencengangkan banyak pihak mengingat pada decade 1960-an dan 1970 an Indonesia dikenal sebagai Negara pengimpor beras terbesar di dunia. Keberhasilan swasembada beras di Indonesia dicapai dengan biaya yang tidak sedikit, pemerintah perlu membangun sarana dan prasaranan pengairan. Selain itu, pemerintah harus mendorong petani untuk menanam padi, rangsangan yang diberikan pada awal tahun 1970-an hingga awal tahun 1980-an adalah pemberian subsidi pupuk dalam jumlah besar dan pemberian kredit usaha tani. Kedua rangsangan tersebut secara nyata telah mampu mendorong masyarakat untuk menanam padi.

Ada dua jenis kegiatan pertanian yang dilakukan Indonesia dibalik keberhasilan swasembada beras tersebut yaitu program intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Melalui intensifikasi diupayakan terjadi kenaikan produksi dari satuan luas yang ada. Beberapa bentuk upaya peningkatan produksi melalui intensifikasi adalah pengenalan varietas baru, pencegahan hama dan penyakit, penggunaan pupuk dan penggunaan teknologi pemanenan yang lebih efisien. Upaya peningkatan jumlah musin tanam dengan membangun sarana irigasi juga merupakan bagian dari program intensifikasi. Disisi lain, melalui ekstensifikasi diupayakan terjadi peningkatan produksi melalui pembukaan/pencetakan sawah/ lahan baru yang mampu ditanami padi.

Hingga saat ini gema dan pengertian pencapaian swasembada beras masih pada skala nasional. Artinya secara nasional Indonesia telah berhasil memenuhi kebutuhan akan beras dari hasil produksi sendiri. Padahal dalam konteks ketahanan pangan, swasembada beras tampaknya tidak cukup hanya tercapai pada skala nasional. Dengan mengesampinkan aspek biaya yang harus ditanggung oleh suatu daerah, konsep swasembda di tingkat propinsi dan tingkat yang lebih rendah menjadi sesuatu yang patut untuk dikejar. 

Ketersediaan pangan menurut PP No. 68 tahun 2002 tentang ketahanan Pangan tersebut harus di utamakan bersumber dari dalam negeri. Pasal 3 peraturan pemerintah tersebut menyatakan bahwa Sumber penyediaan pangan berasal dari produksi pangan dalam negeri, cadangan pangan, dan pemasukan pangan. Pemasukan pangan dilakukan apabila produksi pangan dalam negeri dan cadangan pangan tidak mencukupi kebutuhan konsumsi dengan tetap memperhatikan kepentingan produksi dalam negeri.

Penyediaan produksi pangan dalam negeri untuk makanan pokok umumnya dilakukan dengan melakukan swasembada pangan.
Cadangan Pangan pada PP No. 68 tahun 2002 didefinisikan sebagai berikut : Cadangan pangan adalah persediaan pangan diseluruh wilayah untuk konsumsi manusia, bahan baku industri dan untuk menghadapi keadaan darurat. Cadangan pangan nasional terdiri atas :
a.    Cadangan pangan pemerintah desa
b.   Cadangan pangan pemerintah kabupaten/ kota
c.    Cadangan pemerintah propinsi
d.   Cadangan pemerintah pusat

Cadangan pangan pemerintah adalah cadangan pangan tertentu bersifat pokok di tingkat nasional sebagai persediaan pangan pokok tertentu, misalnya beras, sedangakan di tingkat daerah dapat berupa pangan pokok masyarakat di daerah setempat. Cadangan pangan pemerintah pusat dijadikan sebagai stok beras nasional dan dikelola oleh PERUM Bulog.

Kebijakan ketahanan pangan dalam aspek ketersediaan dan kerawanan pangan diarahkan untuk : (a) meningkatkan dan menjamin kelangsungan produksi dalam negeri menuju kemandirian pangan (b) mengembangkan kemampuan pengelolaan cadangan pangan pemerintah dan masyarakat secara sinergis dan partisipatif dan (c) mencegah dan menanggulangi kondisi rawan pangan secara dinamis.


2.      Strategi Badan Ketahanan Pangan Terkait Ketersediaan Pangan

Strategi Badan Ketahanan Pangan tahun 2010-2014, diimplementasikan dalam langkah operasional untuk (a) pemantapan ketersediaan pangan dan kerawanan pangan (b) pemantapan system distribusi pangan yang efesien dan efektif (c) pembinaan konsumsi pangan beragam, bergizi dan berimbang pada masyarakat (d) pembinaan keamanan pangan segar (e) penguatan kelembagaan ketahanan pangan secara efisien dan efektif serta (f) peningkatan manajemen ketahanan pangan.

Langkah operasional untuk pemantapan ketersediaan pangan dan kerawanan pangan yaitu :
a.          Mendorong kemandirian pangan melalui swasembada pangan untuk komoditas strategis (beras, jagung, kedelai, gula, dagaing sapi)
b.         Meningkatkan keragaman produksi pangan berdasarkan potensi sumberdaya lokal/wilayah
c.          Pemberdayaan masyarakat di daerah rawan pangan melalui pengembangan desa mandiri pangan
d.         Pemberdayaan lumbung pangan masyarakat di daerah rawan pangan
e.          Penanganan Daerah Rawan Pangan (PDRP) melalui Revitalisasi Sistem Kewaspadaan Pangan Gizi (SKPG) untuk penanganan kerawananan pangan kronis dan transien

Untuk mencapai Program ketahanan Pangan ada 2 pilinhan yaitu dengan swasembaga pangan atau kecukupan pangan. Swasembada pangan diartikan sebagai pemenuhan kebutuhan pangan, yaitu sejauh mungkin berasal dari pasokan domestik dengan meminimalkan ketergantungan pada perdagangan pangan. Dilain pihak konsep kecukupan pangan adalah sangat berbeda dengan konsep swasembada pangan, menuntut adanya kemampuan menjaga tingkat nasional merupakan prakondisi penting dalam memumpuk ketahanan pangan dan stabilitas harga.
 
Ketahanan pangan nasional selama ini dicapai melalui kebijaksanaan swasembada pangan dan stabilitas harga. Oleh sebab itu pemantapan swasembaga beras merupakan salah satu focus dalam terwujudnya ketahanan pangan.

3.      Swasembada Beras

Swasembada ditargetkan untuk tiga komoditas pangan yaitu kedelai, gula dan daging sapi, Agar tercapai swasembada, sasaran produksi kedelai, gula dan daging sapi pada tahun 2014 adalah kedelai sebesar 2,70 juta ton biji kering, gula 5,7 juta ton dan daging sapi 546 ribu ton atau masing-masing meningkat rata-rata 20,05 persen pertahun (kedelai) 17,83 persen pertahun (gula) 7,30 persen per tahun (daging sapi).

Adapun swasembada berkelanjutan ditargetkan untuk komoditas padi dan jagung. Agar posisi swasembada padi dan jagung dapat berkelanjutan, maka sasaran peningkatan produksinya harus dipertahankan minimal sama dengan peningkatan permintaan dalam negeri. Dengan memperhitungkan proyeksi laju pertumbuhan penduduk nasional, permintaan bahan baku industri dalam negeri, kebutuhan stock nasional dan peluang ekspor maka sasaran produksi padi pada tahun 2014 ditargetkan sebesar 75,70 juta ton gabah kering giling (GKG) dan jaung 29 juta ton pipilan kering atau masing-masing tumbuh 3,22 persen pertahun (padi) dan 10.02 persen per tahun (jagung). Untuk target Pencapaian Swasembada dan swasembada berkelanjutan
1.      Swasembada
a.       Kedelai : Produksi 2,7 ton di tahun 2014 (kenaikan rata-rata 20,05 % per tahun)
b.      Gula : Produksi 5,7 juta ton di tahun 2014 (kenaikan rata-rata 17,63 % per tahun)
c.       Daging sapi : produksi 0,55 juta ton di tahun 2014
2.      Swasembada Berkelanjutan
a.       Padi Produksi 75,70 ton di tahun 2014 (kenaikan rata-rata 3,22 % per tahun)
b.      Jagung : Produksi 29 juta ton di tahun 2014 (kenaikan rata-rata 10,02 % per tahun)
                 
Target, sasaran produksi dan rata-rata pertumbuhan tiap tahun selama 2010-2014 untuk lima komoditas pangan utama

Sasaran produksi dan rata-rata pertumbuhan tiap tahun selama 2010 - 2014

Komoditas
Target
Produksi        Tahun 2009                    (2 juta ton)
Sasaran Produksi
(juta ton)
Rata-rata pertumbuhan per tahun
1
Padi
Swasembada berkelanjutan
63,844)
66,68
75,70
3,22
2
Jagung
Swasembada berkelanjutan
17,664)
19,80
29,00
10,02
3
Kedelai
Swasembada 2014
1,004)
1,30
2,70
20,05
4
Gula
Swasembada 2014
2,855)
2,99
5,7
17,63
5
Daging Sapi
Swasembada 2014
0,405)
0,41
0,55
7,30
Keterangan : 1) GKG, 2) Pipilan Kering (PK), 3) Karkas 4) Angka Ramalan III 5) Angka Target
                           
Sedangkan strategi untuk mencapai swasembada berkelanjutan padi, yaitu akan dilakukan melalui : (1) percepatan peningkatan produktivitas padi sawah, padi rawa/lebak dan padi gogo dengan focus pada lokasi yang masih mempunyai produktivitas dibawah rata-rata nasional/propipnsi/kabupaten dan (2) perluasan areal tanam terutama untuk padi gogo dan padi rawa/lebak melalui pemanfaatan lahan peremajaan Perhutani dan Inhutani maupun pembukaan lahan/cetak sawah. Wilayah Sebaran Produksi Padi di wilayah Indonesia:
Wilayah sebaran Produksi padi di wilayah Indonesia ;
NAD, Sumatera Utara, Sumatera Barata, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Bali, NTB, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan.

Secara keseluruhan, sasaran produksi komoditas tanaman pangan dan pertumbuhannya selama 2010-2014 


Komoditas
2010
2011
2012
2013
2014
PERTUMBUHAN

(% tahun)
1
Padi
66.680
68.800
71.000
73.300
75.700
3,22

2
Jangung
19.800
22.000
24.000
26.000
29.000
10,02

3
Kedelai
1.300
1.560
1.900
2.250
2.700
20,05

4
Kacang Tanah
882
970
1.100
1.200
1.300
10.20

5
Kacang Hijau
360
370
390
410
430
4.55

6
Ubi Kayu
22.248
22.400
25.000
26.300
27.600
5.54

7
Ubi Jalar
2.000
2.150
2.300
2.450
2.600
6.78


Ketahanan Pangan merupakan sinergi dan interaksi utama dari subsistem ketersediaan, distribusi dan konsumsi, dimana dalam mencapai ketahanan dapat dilakukan alternative pilihan apakah swasembada atau kecukupan. Hingga saat ini upaya pemerintah dalam mencapai tujuan ketahanan pangan melalui swasembada beras terus digalakkan, hal ini mengingat ketergantungan masyarakat Indonesia yang besar terhadap beras sebagai makanan pokok dan sumber karbohidrat.

Pencapaian ketahanan pangan merupakan program yang sangat penting di wujudkan agar Indonesia terhindar dari ancaman kerawanan pangan yang saat ini sedang mengancam dunia secara global. Upaya mencapai keberhasilan swasembada dan swasembada berkelanjutan atas tanaman pangan sebagai salah target mencapai ketahanan pangan yang ditetapkan penting untuk mendapat dukungan seluruh pihak karena ketahanan pangan merupakan salah satu faktor penentu dalam stabilitas nasional suatu Negara, baik di bidang ekonomi, keamanan, politik dan social. Maka dari itu upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan merupakan tantangan yang tidak mudah dan harus mendapatkan prioritas. 
     
Referensi :

jdih.bpk.go.id/wp-content/.../03/tulisan-hukum-ketahanan-pangan.pdf
Sapruddin  M. Prawira, Warta Demografi  Th ke27, No. 3, 1997
directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/Doc1.doc