Tuesday, 23 April 2013

Hak Perempuan Dalam Pemilu




1.      Pendahuluan

Pemilihan Umum bukan sekedar ritual demokrasi yang dilakukan secara berkala setiap 5 tahun sekali untuk memilih anggota lembaga perwakilan rakyat atau pemimpin pemerintahan pada tingkat nasional dan lokal. Pemilihan Umum merupakan sistem penyelenggaraan Negara yang sesuai dengan amanat konstitusi yang menentukan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD. Artinya rakyatlah yang memiliki kekuasaan yang tertinggi untuk menentukan kebijakan negara, untuk menentukan kepemimpinan politik yang akan mengendalikan lembaga pemerintahan (eksekutif) dan lembaga perwakilan rakyat.

Pemilihan Umum sebagai system penyelenggaraan Negara yang demokrasi menjadi urusan setiap warga Negara, baik laki-laki maupun perempuan. Demokrasi mempersyaratkan diperkuatnya dukungan terhadap nilai-nilai persamaan, kebebasan dan persaingan yang fair dalam praktek penyelenggaraan Negara. Ketentuan konstitusi yang menjamin persamaan, kebebasan dan persaingan demokratis untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan harus diwujudkan secara nyata. UU No, 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 43 secara lebih konkrit menentukan bahwa setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memililh dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.   

Hak untuk dipilih dan memilih berdasarkan persamaan hak merupakan perintah UU yang harus dipatuhi. Artinya peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Pemilu wajib hak yang sama antara laki-laki dan perempuan untuk menikmati hak sipil dan politik. Hambatan bagi partisipasi perempuan dalam kehidupan politik tidak boleh ditolerir, karena dapat menghambat pertumbuhan kesejahteraan keluarga dan masyarakat dan mempersulit perkembangan potensi perempuan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Sementara itu kaum perempuan perlu mengkonsolidasikan potensinya, menggalang dukungan untuk meraih simpati dan secara sistematis menempa diri agar memiliki kapasitas, kapabilitas serta akseptabilitas untuk memainkan peranan lebih besar dalam kancah politik  demi kesejahteraan seluruh rakyat. Urusan politik dalam Negara demokratis adalah urusan laki-laki dalam Negara demokratis adalah urusan laki-laki dan perempuan. Laki-laki dan perempuan mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama untuk membangun bangsanya.

Sejarah perjuangan kaum wanita Indonesia telah mencatat nama-nama wanita yang turut andil dalam aktivitas politik. Perjuangan fisik melawan mengabadikan nama-nama seperti Cut Nyak Dien, Martha Tiahahu, Yolanda Maramis dsb. Dalam pergerakan nasional muncul nama Rasuna Said dan Trimurti. Sedangkan RA Kartini dan Dewi Sartika, telah terpahat nama-nama mereka sebagai orang yang memperjuangkan hak hak wanita untuk memperoleh pendidikan yang setara dengan pria. Era Orde Baru telah melempangkan jalan bagi para wanita untuk aktif berkiprah dalam segala aspek kehidupan termasuk politk. Berbagai bentuk perjuangan politik telah digeluti para wanita, seperti di parlemen, kabinet, partai politik, LSM dan sebagainya.

Salah satu upaya untuk peningkatan keterwakilan perempuan adalah adanya peraturan perundang-undangan yang dapat memberikan jaminan terhadap proses politik yang memastikan peningkatan keterwakilan perempuan pada tingkat yang diharapkan. Undang-Undang Partai Politik dan Pemilu adalah salah satu indikator yang sangat penting untuk menjamin peningkatan keterwakilan perempuan yang duduk di DPR. Undang-Undang (UU) Partai Politik dan Pemilu menjadi ukuran untuk melihat bagaimana respon negara terhadap indikator kesetaraan gender. Undang-Undang Pemilu dapat memberikan jaminan bagi perempuan untuk dapat mengikuti proses pencalonan sampai terpilihnya dalam pemilu.

Di Indonesia, sejak diberlakukannya pasal 65 Undang-Undang Pemilu No.12 Tahun 2003 tentang kuota perempuan 30% pada pemilu 2004 secara terus-menerus dibutuhkan penguatan terhadap UU tersebut dan evaluasi di setiap Pemilihan Umum (pemilu). UU Pemilu ini telah diubah menjadi UU No.8 Tahun 2008, dengan mencantumkan nomor urut 1 sampai 3 harus ada calon perempuan. Sementara UU No.31 Tahun 2002 tentang Partai Politik belum mencantumkan masalah kuota secara tegas telah diperbaiki dengan UU No.2 Tahun 2008. 

Dengan dikeluarkannya peraturan tersebut maka dalam pemilu 2004 dan 2009 terlihat peningkatan yang signifikan pada jumlah calon legislatif (caleg) perempuan, namun belum secara otomatis memberikan kesempatan kepada perempuan untuk terpilih dalam pemilu. Peningkatan jumlah keterwakilan perempuan menjadi sangat penting baik dalam kerangka peningkatan the politics of presence maupun dalam kerangka the politic of ideas (kebijakan kesejahteraan Ibu dan Anak serta keluarga) dari kepentingan perempuan sebagai mayoritas penduduk suatu negara.

2. Hak Politik Perempuan Dalam Pemilu

Masyarakat Indonesia di seluruh penjuru akan memberikan suara dalam pemilihan umum (Pemilu) presiden dan anggota legislatif (baca: wakil rakyat). Biasanya pesta rakyat disemarakkan dengan hadirnya partai politik (parpol) sebagai ciri khas demokrasi untuk kendaraan bagi setiap calon legislatif (caleg) yang ingin menjadi pelayan masyarakat. Suatu kewajiban bagi parpol untuk memenuhi syarat peserta pemilu yaitu menghadirkan caleg yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat. Keterwakilan perempuan dalam caleg merupakan salah satu syarat utama. Sesuai dengan konstitusi keterwakilan perempuan menjadi salah satu amanat konstitusi yang harus dilaksanakan. Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 mengatur setiap parpol menyertakan perempuan sekurang-kurangnya 30 persen dari bakal calon legislatif.

Ketentuan ini membuat parpol tergopoh-gopoh mencari kader perempuan untuk di jadikan caleg di masing-masing daerah pemilihan apalagi dalam waktu yang singkat yaitu bulan April parpol harus memberikan Daftar Calon Sementara (DCS). KPU telah mengumumkan partai politik peserta pemilu tahun 2014. Dengan demikian, kesempatan bagi parpol untuk mengajukan caleg peserta pemilu 2014. Kebijakan khusus terkait keterwakilan perempuan setidaknya 30 persen.

Tahun 2004 diatur supaya parpol mengakomodasi 30 persen perempuan dalam kepengurusan tingkat propinsi dan kabupaten kota serta mencantumkannya dalam AD/ART. Kenyataannya dalam pelaksanaan belum tercapai. Kurangnya keterwakilan perempuan merupakan ketidakmampuan parpol menjadi pilar demokrasi. Daftar bakal caleg mesti memuat sedikitnya 30 persen keterwakilan perempuan.

Perekrutan calon bukanlah hal gampang, mengingat banyaknya tugas yang harus dipikul apabila menjadi wakil rakyat. Oleh karena itu, masing-masing parpol berlomba-lomba untuk memenuhi kriteria tersebut dengan merekrut caleg yang akan dijagokan pada pesta demokrasi 2014. Apalagi memenuhi kuota 30 persen perempuan untuk dicalonkan parpol bukan pekerjaan mudah. Perekrutan tersebut tidak bisa dipandang sepele. Terbukti pesta rakyat tahun 2009 tidak berhasil merangkul kaum perempuan untuk memperjuangkan haknya di Senayan. Maka, pesta rakyat tahun 2014 merupakan moment penting untuk memenuhi kuota tersebut dengan merekrut perempuan. Sebenarnya kehadiran UU No.8 Tahun 2008 memiliki segi positif bagi perempuan karena adanya paksaan bagi parpol memenuhi kuota 30 persen caleg perempuan. Dalam perspektif gender, kaum perempuan saat ini bisa bersenang hati lantaran diberi kesempatan untuk masuk parlemen. Namun demikian, dalam prakteknya di daerah tertentu, parpol tidak gampang merekrut perempuan yang bisa dijadikan caleg.

3.      Pemenuhan Kuota Caleg Perempuan

Meskipun konstitusi tidak mengatur secara legal sanksi bagi parpol yang tidak melaksanakan UU tersebut. Tentu nilai positif bagi proses demokrasi apabila parpol yang tidak memenuhi 30 persen perempuan dalam pencalegan tidak diperbolehkan ikut pemilihan di daerah pemilihan (dapil) bersangkutan. Sanksi ini lebih ringan dibandingkan dengan tidak diperbolehkan ikut pencalegan. Terpenuhinya kuota 30 persen perempuan sebagai bukti kemajuan berdemokrasi.

Pastinya sanksi secara moral tentu lebih kuat. Adanya sanksi bagi parpol yang tidak memenuhi kuota 30 persen perempuan dalam kepengurusan parpol atau pencalegan akan menguatkan pilar demokrasi. Pemenuhan kuota 30 persen perempuan selain bukti demokratisnya pemilu juga bentuk penghormatan terhadap hak-hak perempuan dan prinsip kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan dalam politik. Persoalannya, partisipasi perempuan dalam parpol masih rendah. Hal ini dikarenakan belum adanya platform partai yang secara konkrit membela kepentingan perempuan. Banyak parpol mencoba mengusung perspektif gender hanya untuk mempertahankan eksistensi partainya ditengah derasnya tuntutan aktivis perempuan yang didukung media massa. (Kompas, 29 November 2012)

Parpol diminta serius memberi dukungan untuk merekrut caleg perempuan. Selama ini pemenuhan 30 persen caleg perempuan masih sebatas ritualitas UU kalau benar dilaksanakan. Pemenuhan kuota tersebut belum didasari secara sadar bahwa hak-hak perempuan harus diperjuangkan sebagai kelanjutan dari perjuangan Kartini. Tidak asing ketika caleg perempuan ditempatkan pada posisi nomor urut yang tidak memberikan harapan. Artinya, perempuan dijadikan sebatas slogan untuk meraup suara bagi parpol. Akhirnya, caleg perempuan tidak lebih sebagai pajangan. Kerja keras parpol belum terlihat untuk merangkul kaum perempuan dalam memperjuangkan nasibnya.

4. Menghadirkan Caleg Perempuan yang berkualitas

Penting diketahui dibalik peraturan tersebut, kehadiran perempuan dilegislatif tidak hanya memenuhi konstitusi tetapi caleg perempuan harus benar-benar berkualitas dan berintegritas untuk memberikan masukan ketika bicara soal perempuan dalam perumusan undang-undang. Lemahnya penjaringan perempuan dalam pencalegan juga dipengaruhi oleh lemahnya KPU sebagai salah satu lembaga yang bertugas untuk mengawasi pelaksanaan UU. Buktinya, KPU terkadang tidak bisa menilai kualitas caleg perempuan. Masuknya caleg perempuan tanpa seleksi akan berakibat fatal bagi demokrasi. Artinya, demokrasi yangmenjamin adanya kebebasan sesuai dengan konstitusi.

Jika caleg perempuan tidak berkualitas sudah pasti perannya di gedung Senayan tidak akan menghasilkan perubahan bagi perempuan. Guna mencapai kuota 30 persen perempuan, acapkali parpol disibukkan dengan berbagai kebijakan yang lebih longgar tanpa kritis untuk merangkul perempuan sebagai caleg yang dijagokan. Terkadang segala cara dihalalkan tanpa pertimbangan yang matang. Parpol masih menomorsatukan kader partai juga mendatangkan caleg dari berbagai elemen masyarakat. Termasuk dari dunia olahraga, kampus, seniman, artis dan lembaga lain yang dapat mendobrak suara pemilihan legislatif mendatang. Untuk memenuhi keterwakilan perempuan dalam pemilu 2014 dibutuhkan gebrakan. Melaksanakan pendidikan politik merupakan pendekatan yang paling efektif. Pendidikan politik dan pengembangan kapasitas kader perempuan. Jika keterwakilan perempuan dalam pemilu 2014 terpenuhi tentu akan berdampak positif bagi dunia perpolitikan di negeri ini.

Sebaiknya sebelum mengumumkan daftar caleg dari parpol, seharusnya KPU melakukan berbagai verifikasi terhadap calon yang akan diajukan sebagai peserta caleg. Artinya, KPU perlu melakukan penjaringan terhadap calon. Setiap calon harus benar-benar bersih dan tidak pernah bermasalah dengan hukum. Dibutuhkan pemahaman bersama bahwa pemilihan caleg bukan sekedar rutinitas negara melainkan untuk pelaksanaan demokrasi. Bagaimanapun juga, kehadiran perempuan tidak monoton demi kekuasaan tapi semata-mata untuk memperjuangkan hak-hak perempuan di parlemen. Perekrutan perempuan sebagai caleg meski taat asas (prosedur demokrasi). Artinya, caleg perempuan yang direkrut parpol harus diseleksi. Apabila caleg yang direkrut memiliki track record yang buruk tentu akan menciderai demokrasi.

Untuk mendapatkan caleg perempuan berkualitas dibutuhkan kerjasama antar semua elemen (masyarakat, partai politik, elit politik dan KPU) untuk mewujudkan terlaksananya amanat konstitusi. Meskipun partai lebih mengedepankan kader sebagai caleg yang dijagokan, tetap dilakukan evaluasi. Jangan sampai caleg yang diusulkan partai untuk menjadi wakil rakyat tidak berpihak kepada rakyat. Harapannya, caleg yang dipromosikan dan dijagokan untuk publik bukan orang yang pernah bermasalah dengan hukum, tetapi memiliki karakter dan berjiwa negarawan.

Apapun tantangannya, tidak ada alasan bagi parpol untuk tidak memenuhi kuota 30 persen perempuan dalam pencalegan. Publik berharap demokrasi yang dikenal dunia tidak hanya sekedar demokrasi prosedural.

Namun demokrasi yang benar-benar menghayati nilai-nilai Pancasila. Alangkah meriahnya apabila setiap pesta demokrasi diwarnai dengan adanya keseimbangan hak antara laki-laki dan perempuan dalam parpol (parlemen). Dengan demikian, benarlah bahwa demokrasi yang dijunjung tinggi bangsa Indonesia merupakan demokrasi substansial sebagai perwujudan kesetaraan gender. 

5.      Peran Perempuan Dalam Legislatif

Salah satu hal yang penting dalam Pemilu adalah keterwakilan perempuan dalam politik. Pada masa lalu, peran perempuan dalam politik sangatlah dibatasi. Namun seiring perkembangan jaman, peran serta perempuan dalam politik kemudian menjadi sesuatu yang penting dan tidak bisa dihindarkan. Mengingat pentingnya peran serta perempuan dalam politik maka akhirnya disusunlah sebuah peraturan perundangan yang melindungi hak-hak perempuan dalam politik.

Upaya nyata untuk mendorong keterwakilan perempuan dalam politik terus disuarakan, seperti pada pelaksanaan pemilu 2009, peraturan perundang-undangan telah mengatur kuota 30% perempuan bagi partai politik (parpol) dalam menempatkan calon anggota legislatifnya. Undang-Undang (UU) Nomor 10/2008 tentang Pemilu Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Pemilu Legislatif) serta UU  Nomor  2/2008 tentang Partai Politik telah memberikan mandat kepada parpol untuk memenuhi kuota 30% bagi perempuan dalam  politik, terutama di lembaga perwakilan rakyat.

Disinilah peran Komisi Pemilihan Umum untuk memberikan informasi dan sosialisasi mengenai hak dan peran serta perempuan dalam pemilu. Dengan adanya sosialisasi ini maka diharapkan adanya peningkatan peran serta aktif perempuan dalam pemilu.
Komisi Pemilihan Umum aktif  mengadakan kegiatan sosialisasi bertujuan untuk diadakan kegiatan Sosialisasi Peran Serta Perempuan dalam Pemilu adalah :
  1. Memberikan  informasi yang benar mengenai hak perempuan dalam politik sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang.
  2. Diharapkan sosialisasi ini dapat meningkatkan peran serta perempuan dalam politik khususnya pemilu sehingga di masa yang akan datang keterwakilan perempuan dalam pemilu dapat mencapai kuota 30 % seperti yang diharapkan.  
Informasi diharapkan bagaimana sebetulnya peranan perempuan dalam kehidupan bermasyarakat. Perempuan sebetulnya dapat berperan lebih aktif dalam segala hal apalagi di bidang politik.  Peran perempuan di bidang  politik masih belum terlalu terlihat menonjol. Untuk itulah kita harus  memberikan dorongan dan semangat untuk para perempuan  agar lebih aktif lagi dalam berpolitik.

Komisi Pemilihan Umum  memberikan sosialisasi  adalah sebuah proses penyampaian informasi mengenai hak-hak kaum perempuan dalam Pemilu. Oleh karena itulah informasi yang disampaikan haruslah mampu memberikan pengetahuan bagi perempuan. Sosialisasi ini

kemudian menjadi penting ketika keterwakilan perempuan dalam pemilu legislatif  tahun 2009 masih jauh dari yang diharapkan. Hanya ada sedikit sekali wakil perempuan yang duduk sebagai wakil rakyat padahal diharapkan dengan lebih banyak wakil perempuan yang duduk di Legislatif pada akhirnya diharapkan mampu menyumbangkan pemikirannya bagi kemajuan kaum perempuan itu sendiri.

Atas dasar berbagai hal tersebut, pentingnya terus melakukan pemberdayaan politik perempuan menurut karena ada kecenderungan politik pasar menjadi lebih determinan. Negara dan perempuan bisa dipisah tapi politik dan perempuan tidak bisa dipisah, bahkan yang kerap terjadi adalah politisasi perempuan.

Untuk itu dimanapun kita berkiprah, disitu pula kita harus menyadari bahwa dalam memandang setiap masalah harus dipandang secara itegral, secara sistem. Kita pun tidak perlu terjebak pada budaya politik yang ada yaitu kita tidak perlu terpaku pada perjuangan untuk menduduki posisi tertentu (penentu kebijakan) dalam menyuarakan aspirasi perempuan. Dengan catatan para wanita punya visi tertentu yang melatar belakangi terlibatnya mereka dalam aktifitas politik.

Referensi:
www.analisadaily.com/news/2013/7517/1365474144/
wri.or.id/.../Diskusi%20Kamisan?.../...
http://wri.or.id/id/pengembangan%20kapasitas/Diskusi%20Kamisan?q=id/pengembangan%20kapasitas%20kamisan/Peningkatan%20Keterwakilan%20Perempuan%20Pada%20Pemilu%202014

Monday, 8 April 2013







Bal Budi 

( Permainan Rakyat Madura )



Pendahuluan


Pengembangan kebudayaan Nasional bersumber pada kebudayaan daerah, karena itu kebudayaan daerah perlu dibina dan di pelihara. Pembinaan dan pemeliharaannya untuk dikembangkan menjadi budaya bangsa harus dilaksanakan dengan rencana. Adapun salah satunya unsur kebudayaan yang perlu dibina, dikembangkan dan diselamatkan adalah permainan rakyat.


Usaha pelestarian nilai budaya dari permainan rakyat perlu terus menerus diadakan. Hal ini penting, karena selain permainan rakyat tersebut cenderung punah dan mungkin tinggal namanya saja, tetapi tantangan baru atas kehadiran permainan yang dirancang berdasarkan teknologi modern juga perlu mendapat perhatian. 


Permainan rakyat tradisional yang mewarnai kepribadian dan memperkaya kebudayaan nasional merupakan bagian dari kebudayaan bangsa yang beranekaragam coraknya, yang setiap daerah atau setia suku bangsa mempunyainya. Permainan menempati tempat yang penting dalam kebudayaan, dan merupakan sumber daya manusia yang sangat besar.


Permainan rakyat Indonesia umumnya, khususnya permainan rakyat Pulau Madura telah tersebar dan berkembang di berbagai daerah dan berbagai kalangan masyarakat dengan latar belakang kebudayaan bangsa Indonesia. Walaupun  penduduk Indonesia tersebar di kepulauan Nusantara yang terpisah pisah oleh karena letak geografisnya dan membentuk kelompok-kelompok sosial yang masing masing mengembangkan kebudayaan setempat, tampaknya mereka mempunyai permainan yang sama.


Kehidupan masyarakat petani pedesaan di Jawa Timur umumnya dan khususnya di Pulau Madura telah melatar belakangi sosial budayanya, diantaranya dalam hubungannya dengan kegiatan tolong menolong dan gotong royong dalam kehidupan sosial lainnya.



Latar Belakang


Masyarakat Madura sebagai makhluk dengan daya intelektual yang tinggi tidak lepas dari kehidupan berbudaya terutama dalam kehidupan masyarakat. Persamaan atau perbedaan asal usul manusia dalam lingkungan suku bangsa memiliki nilai-nilai budaya sendiri. Hal ini belaku pada masyarakat Madura. Kebudayaan Madura mempunyai persamaan dengan kebudayaan masyarakat Jawa terutama adat istiadatnya.  Selain pengaruh kebudayaan Jawa juga terdapat pengaruh Islam serta kebudayaan lokal sehingga kebudayaan Madura telah menampilkan suatu corak khas kebudayaan di Madura yang lebih banyak menunjukan adanya pengaruh ciri-ciri kebudayaan Hindu dan Islam.  

  

Pulau Madura umumnya di Kabupaten Sumenep khususnya terkenal sebagai penghasil ternak sapi. Para perternak dan petani Madura amat mencintai sapi, hal itu mereka ungkapkan dalam pepatah yang berbunyi se ngorebi sengko area, yang artinya “yang menghidupi aku ini ialah sapiku”. Sapi sebagai ternak yang dipelihara oleh para petani biasanya digembalakan oleh anak-anak merupakan tambahan tenaga kerja yang biasanya diberi tanggung jawab sesuai dengan kemampuan fisik anak itu.


Para penggembala ternak sapi biasanya secara beramai ramai menggiring ternak-ternaknya ke ladang pengembalaan (pangowannana). Disinilah anak-anak bertemu dan berkumpul pada waktu itulah anak-anak bermain bal budi. Permainan tersebut sudah dikenal sejak dahulu, pada mulanya dilakukan oleh anak-anak ketika sedang menggembalakan sapi yang penyelenggaraannya untuk mengisi waktu senggang. Permainan ini merupakan suatu permainan khas sesuai dengan kondisi lingkungan dimana keadaan sosial masyarakat melatar belakangi budaya dalam bentuk permainan rakyat yang memperlihatkan adanya kerjasama di dukung faktor kegotong royongan diantara warga masyarakat yang masih terjalin baik.


Permainan bal budi sebagai salah satu permainan rakyat mempunyai arti yang sangat penting dalam upaya peningkatan nilai-nilai budaya permainan rakyat di Indonesia, terutama bagi pelaksana permainan yang terdiri dari kelompok anak-anak yang mendidik potensi agar dapat berhasil guna dan berdaya guna. Bal budi sendiri sebenarnya gabungan suatu kegiatan rekreasi yang mengandung unsur main-main dan olahraga, sehingga anak-anak terlibat  menikmatinya sebagai sesuatu yang tidak sungguh-sungguh tetapi mempunyai keasyikan tersendiri, sendangkan unsur olah raga yang terlihat fungsi permainan ini cocok untuk melatih ketrampilan dan ketangkasan anak-anak disamping ada peraturan permainan yang harus dipatuhi oleh pemain.


Permainan bal budi dimainkan tanpa takut mengalami konsekuensi kekalahan yang ada dalam perasaan mereka adalah rasa puas yang sersifat sementara jika menjadi pemenang. Sebaliknya rasa tidak puas dan penasaran yang bersifat sementara bagi yang kalah. Hal ini tampak apabila telah selesai bermain maka anak-anak pengembala akan beramai-ramai menggiring ternaknya kembali. Oleh karena itulah permainan ini mengikat persatuan di antara penggembala yang sewaktu-waktu harus bekerjasama menggiring ternak-ternak mereka. Bentuk kerjasama dalam kegiatan yang membentuk rasa persatuan bagi para penggembala ternak dilakukan pada saat-saat menggiring ternaknya ke padang pengembalaan. Kegiatan ini bertujuan untuk efisiensi kerja dalam arti menggiring ternak bersama-sama karena apabila ternak lepas mereka akan saling membantu agar diantara ternak itu tidak ada yang lepas dari kelompoknya.




Permainan bal budi biasanya dilakukan pada sore hari terutama di waktu ashar, kira-kira pukul 16.00. Di dalalm permainan ini tidak terdapat unsur religius magis, Jadi merupakan permainan hiburan yang sama sekali tidak ada sangkut paut dengan kepercayaan. Permainan bal-budi tidak pula diiringi musik  ataupun nyanyian-nyanyian apapun, hanya terdengar teriakan-teriakan dari penontong yang menyemangati pemain yang dijagokan.


Pada umumnya permainan dimainkan dengan tidak terikat jumlah pemain, asalkan jumlah mereka dapat dibagi menjadi dua kelompok yang sama. Kemudian jumlah pemain ditentukan masing-masing kelompok menjadi sembilan orang. Demikian pula dalam peraturan permainan untuk menentukan siapa yang menang hanya dilihat dari jumlah berapa kali bola yang berhasil ditepat atau ditendang masuk ke dalam batas arena dianggap hidup (mendapat nilai).


Latar belakang sosial budaya dari permainan ini, berasal dari permainan para penggembala ternak yang dalam pelaksanaannya tidak memandang stratifikasi sosial maupun pendidikan sehingga muncul sebagai suatu permainan yang benar-benar merakyat. Kemudian mendukung semenjak mereka untuk berkreasi sambil berolah raga. Teknik memainkan permainan bal budi itu hanya memerlukan ketrampilan menangkap bola dan sportifitas.


Nilai- nilai yag terkandung dalam permainan bal budi ini adanya rasa disiplin karena pemain baru mematuhi aturan-aturan permainan yang berlaku, juga adanya rasa solidaritas  jika bola di buat dari baju salah satu seorang pemain maka dibuat peraturan agar pemain lainnya tidak diperkenankan memakai baju. Selain itu dilihat dari bentuk kegiatan permainan ini tampak sekali unsur-unsur  kegotong royongan dengan adanya rasa persatuan dan kerjsama antara para pemain untuk mencapai sesuatu. Misalnya kelompok 1 sebagai kelompok penepak para anggotanya masing-masing mempunyai nomor urutan. Langkah-langkah kegiatan dalam permainan apabila urutan pertama tidak dapat mencapai tepakan terakhir maka akan dilanjutkan oleh penepak urutan berikutnya untuk mencapai angka yang tinggi bagi kelompoknya agar menang, disini tampaklah kegiatan kerjasama antara para pemain. 

Demikian pula sebaliknya bagi kelompok yang  menjaga tampak kegiatan kerjasama diantara anggota. Para pemain (kelompok yang menjaga) melakukan kegiatan kooperatif diantaranya dengan melakukan langkah-langkah permainan yang telah dibentuk berdasarkan pembagian kerja ketika akan menangkap bola, sehingga kelompok yang menjaga akan berakhir untuk menjaga kelompok menepak. Disini peranan antara pemimpin dengan anggota kelompok, mewujudkan suatu sikap kerjasama tim agar mampu menjadi suatu tim yang setia kawan.
 
Pada masa sekarang permainan bal budi lebih popular dari pada masa dulu. Demikian pula peraturan dan tata tertib permainannya makin sempurna tanpa mengubah prinsip-prinsip peraturan yang asli. Selain itu jika semula permaian tersebut tidak mengenai adanya perkumpulan-perkumpulan kini telah terorganisir dengan terbentuknya perkumpulan-perkumpulan yang diberi nama, perkumpulan Halilintar, Kuda Terbang dan sebagainya. Permainan ini bersifat hiburan yang kompetitif dengan pengembangan fisik yang memerlukan ketangkasan, ketrampilan serta kejelian untuk menangkap bola.


Melalui permainan ini, anak-anak dapat menanamkan sikap dan ketrampilan sebagai anggota masyarakat agar mereka nantinya mampu memainkan peranan dengan kedudukan sosial masing-masing dalam masyarakat dan merupakan kegiatan yang secara tidak langsung juga merupakan usaha melestarikan permainan rakyat (Indonesia). Selajutnya melalui permainan diharapkan pula agar anak-anak terdorong untuk memanfaatkan waktu luangnya dengan aktifitan yang kompetitif. Olah raga yang tolak ukurnya adalah ketangkasan dan ketrampilan, belajar untuk berjiwa kreatif dan sportif. Selain itu juga permainan ini merupakan permainan anak-anak yang paling baik untuk membantu anak-anak bersosialisasi. Karena permainan ini harus menurut peraturan yang sudah ditetapkan yang menuruti peraturan dianggap bermain curang dan dapat disingkirkan dari kelompok. Dengan demikian anak-anak dapat belajar berkelakuan baik dan bersiplin. 


Permaianan rakyat yang menanamkan nilai-nilai kegotong royongan ini tersebar di berbagai pelosok di Madura. Keaneka ragaman permainan ini menunjukkan khas daerah. Permainan ini tidak kecil artinya dalam proses sosialisasi. Karena merupakan kegiatan yang mempersiapkan anak-anak untuk menjadi dewasa, yaitu dengan mengarahkan kegiatan yang dilandasi oleh naluri kepada kegiatan yang lebih banyak dikuasai oleh berbagai kebutuhan di luar naluriah di kemudian hari. Permainan ini  juga menanamkan nilai-nilai kegotong royongan dan merupakan latihan bermacam-macam fungsi jasmani, yang diperlukan untuk penyesuaian hidupnya. Oleh karena itu, permainan yang dasarnya untuk menanamkan nilai-nilai kegotong royongan ini dapat dilihat sebagai alat pendidikan yang baik.


Permainan ini banyak kegunaannya, baik yang sifatnya hiburan maupun ketangkasan dan keterampilan.


Dalam perkembangan sekarang ada pemainan yang berkembang dan ada pula yang tidak berkembang, Adapun permainan yang berkembang dan mendapat perhatian yaitu permainan  bal budi. Bal budi sebagai suatu permainan kini mulai pengaruh, bahkan kadang kala sering dipertandingkan antar desa.


Dengan demikian permainan yang menanamkan nilai-nilai kegotong royongan ini merupakan salah satu khasanah budaya bangsa. Selain berfungsi sebagai alat hiburan dan pengisi waktu senggang, permainan juga sekaligus berfungsi sebagai sarana sosialisasi nilai-nilai budaya masyarakat pendukungnya yang dapat dipergunakan untuk menanamkan pengertian dan membina sikap tertentu pada masyarakat. Dan sekaligus di dalam fungsi pengembangannya, seperti pengembangan mental, sosial, kreatifitas, moral dan edukatif intelektual, permainan-permainan ini menanamkan nilai-nilai kegotong royongan, baik yang kompetitif maupun yang tidak kompetitif yang sangat besar pengaruhnya terhadap mutu kegiatan pembinaan budaya dalam masyarakat karena permainan ini menanamkan nilai-nilai kegotong royongan jadi permaian ini berfungsi sebagai media belajar yang komunikatif.

Permainan- permainan yang menanamkan nilai-nilai kegotong royongan ini yang tersebar di berbagai pelosok desa di Madura. Pada umunya mengandung unsur-unsur yang bersifat hiburan tetapi kompetitif. Permainan rakyat  dapat dipertahankan bahkan ada yang dapat dikembangkan untuk dijadikan permainan nasional misalnya permainan bal budi. Hal ini dikarenakan permainan ini mengandung nilai-nilai luhur Pancasila yang mencerminkan dan mengembangkan suasana akrab. Nilai-nilai ini terdapat pada sila kelima butir pertama, diantaranya nilai-nilai kegotong royongan dimana permainan permainan di atas sangat baik untuk pembinaan budaya dalam masyarakat dan memupuk kegotong royongan telah tertanam.


Jadi dengan demikian secara keseluruhan permainan yang menanamkan nilai-nilai kegotong royongan yang cukup potensial ini perlu dibina dan dikembangkan secara sadar melalui program pendidikan sebagai unsur pendukung materi pelajaran olah raga.


Upaya penanaman nilai-nilai budaya melalui permainan rakyat tradisional, juga erat hubungannya dengan pendidikan, seperti percaraya diri, pengenalan lingkungan, kesetiakawanan sosial, sikap patriotisme dan nasionalisme yang semakin kuat dalam rangka memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.




Referensi


Nilai Budaya Dalam Permainan Rakyat Madura, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1991